RSS

Pelayanan Kesehatan Bisa Gunakan Jamu Berstandar

Pelayanan Kesehatan Bisa Gunakan Jamu Berstandar

Pelayanan Kesehatan Bisa Gunakan Jamu Berstandar

Jamu merupakan obat turun temurun yang telah digunakan untuk pengobatan dan diterapkan berdasarkan pengalaman yang berlaku di masyarakat. Tapi untuk pelayanan kesehatan seperti di puskesmas dan rumah sakit, jamu yang digunakan harus telah distandarisasi.

Menurut UU No 23 tahun 1992 tentang kesehatan, obat tradisional adalah bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Dan menurut Kontanas 2007, jamu adalah obat tradisional dalam bentuk rajangan maupun serbuk, yang siap digunakan dengan cara diseduh.

"Orang Indonesia banyak yang mengonsumsi jamu dari jaman dulu, dari mbok-mbok jamu gendong maupun jamu rebusan," ujar Prof Dr Sumali Wiryowidagdo, Apt, dari Pusat Studi Obat Bahan Alam FMIPA UI, dalam acara seminar bertajuk 'Prospek Pengembangan Jamu Menuju Masyarakat Indonesia Sehat yang Mandiri: Harapan dan Tantangannya' di FKUI, Jakarta, Sabtu (22/5/2010).

Tapi menurut Prof Sumali, untuk pelayanan kesehatan yang diberikan di rumah sakit atau puskesmas, jamu atau obat herbal yang digunakan harus yang telah mengalami standarisasi jamu.

Obat-obatan dari bahan alam itu dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Jamu
Adalah obat asli Indonesia yang ramuan, cara pembuatan, cara penggunaan, pembuktian khasiat dan keamanannya berdasarkan pengetahuan tradisional. Pembuktian khasiat jamu hanya berdasarkan pengalaman atau data empiris bukan uji ilmiah dan uji klinis.

2. Herbal terstandar
Adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah melalui uji praklinis (pengujian terhadap hewan percobaan) tapi belum uji klinis atau pada manusia meski bahan bakunya telah distandarisasi.

3. Fitofarmaka
Adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan secara ilmiah melalui uji praklinis dan klinis, dimana bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi. Produk fitofarmaka dapat disetarakan dengan obat moderen dan sudah dapat diresepkan oleh dokter.

Seorang dokter hanya boleh meresepkan obat herbal fitofarmaka, yang telah teruji klinis dan telah diujikan terhadap manusia. Namun tidak sembarang dokter boleh memberikan resep obat herbal. Dokter tersebut harus tersertifikasi organisasi profesi.

Standarisasi jamu dimaksudkan untuk menjamin kualitas, keamanan dan kemanjuran yang teruji secara pra klinis dan klinis, sehingga dapat diterima di dunia medis secara rasional.

Standarisasi jamu meliputi:
Adanya pendampingan terhadap para petani tanaman obat
Adanya pendampingan teknologi budidaya
Standarisasi tanah, jenis tanaman, cara tanam, dan cara panen
Uji secara praklinis (terhadap hewan percobaan) dan klinis (terhadap manusia)

Dengan standarisasi diharapkan dapat mendorong perkembangan industri jamu atau obat tradisional dalam negeri, diutamakan penggunaan produk industri dalam negeri yang berkualitas dan terjamin ketersediaannya dalam jangka panjang, serta dengan harga terjangkau.

Untuk meningkatkan jumlah dan jenis obat tradisional yang memenuhi persyaratan efikasi dan keamanan, sehingga lebih banyak pilihan untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan, maka kerjasama penelitian dengan perguruan tinggi dan lembaga penelitian harus diintensifkan.

Prof Sumali merekomendasikan hal tentang jamu atau obat tradisional berstandar, yaitu:
Di setiap Rumah Sakit Umum disediakan klinik obat tradisional yang berstandar
Puskesmas menyediakan obat herbal terstandar, disamping memelihara tumbuhan obat dalam kebun kecil
Dokter puskesmas dibekali pengetahuan dasar obat tradisional
Penelitian obat bahan alam di Program Strata 2 Biomedik dan Penelitian untuk Disertasi Doktor di Fakultas Kedokteran lebih diintensifkan

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar