Jamu Belum Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri
Jamu masih dipandang sebelah mata, karena banyak jenis jamu yang khasiat dan efek sampingnya belum teruji secara pra klinik maupun klinik. Hal inilah yang menyebabkan pada dokter ataupun pelayanan kesehatan lainnya belum berani merekomendasikan pasien untuk mengonsumsi jamu atau obat herbal.
"Paradigma yang salah membuat jamu belum bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri," ujar Prof Dr dr Agus Purwadianto , SpFSH, MSi, DFM, Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Departemen Kesehatan, dalam acara seminar bertajuk 'Prospek Pengembangan Jamu Menuju Masyarakat Indonesia Sehat yang Mandiri: Harapan dan Tantangannya' di FKUI, Jakarta, Sabtu (22/5/2010).
Dalam acara yang dibuka oleh Dr dr Endang Rahayu Setyaningsih, Menteri Kesehatan ini, Prof Agus juga menuturkan bahwa jamu atau obat tradisional lainnya dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan dengan melalui saintifikasi jamu.
Saintifikasi jamu merupakan pemerolehan bukti ilmiah terhadap jamu sebagai obat tradisional Indonesia, oleh dokter dan dokter gigi sebagai profesi bersumpah.
Dari suatu klaim penggunaan turun temurun yang bertahap, jamu diarahkan menopang paradigma sehat, yaitu promotif, preventif, rehabilitatif dan paliatif sebelum menuju indikasi kuratif melalui fasilitas pelayanan kesehatan.
Saintifikasi sehat juga merupakan jejaring 'duet' antara penelitian dan pelayanan di berbagai klinik, jamu sebagai infrastruktur penelitian berbasis pelayanan.
Dengan infrastuktur yang dibangun Indonesia melalui penelitian dan penciptakan pasar untuk jamu, obat herbal terdaftar maupun fitofarmaka, diharapkan obat tradisional asli Indonesia ini mampu menjadi 'raja' di negeri sendiri.
Tujuan pengaturan saintifikasi jamu menurut pasal 3 Permenkes 3/2010 adalah:
1. Mendorong terbentuknya jejaring dokter atau dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya sebagai peneliti dalam rangka upaya preventif, promotif, rehabilitatif dan paliatif melalui penggunaan jamu.
2. Meningkatkan kegiatan penelitian kualitatif terhadap pasien yang tidak sakit dengan penggunaan jamu.
3. Meningkatkan penggunaan jamu di kalangan profesi kesehatan.
4. Menjamin jamu yang aman, bermutu dan bermanfaat serta melindungi mesayarakat dari penggunaan jamu yang tidak tepat.
5. Meningkatkan penyediaan jamu yang memiliki kahsiat nyata yang teruji secara ilmiah dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.
Pemerintah juga telah memberi jaminan seperti yang disampaikan oleh Menteri Kesehatan, bahwa setiap titik temu masalah yang berkaitan dengan herbal harus dilaporkan, sehingga pemerintah dapat menindaklanjuti dan memberi kebijakan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia yang terkait dengan penggunakan jamu atau herbal.
0 komentar:
Posting Komentar